Tarekat, Jalan Menuju Ma’rifah

Pengamalan thariqah akan membuahkan apa yang disebut dengan haqiqah, dan jalan tritunggal syari’ah, thariqah, dan haqiqah, pada gilirannya akan membuahkan al-ma’rifah billah (mengenal Allah) yang oleh Nabi SAW disebut sebagai “pangkal ilmu” (ra’s al-‘ilm) [Musnad al-Rabi hlm. 311], bahkan juga “pangkal harta atau modal “ (ra’s al-mal) [Kasyf al-khafa’, II:6], semuanya tertuang secara ringkas dalam sabda Nabi SAW:

“Syari’ah adalah perkataanku, thariqah adalah perbuatanku, haqiqah adalah keadaan (batin)-ku, dan ma’rifah adalah pangkal harta (modal)-ku. [Kasyf al-Khafa,’II:6]”.

Mengenal Allah (al-ma’rifah billah) merupakan tujuan utama penciptaan makhluk. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan:

“Dulu Aku adalah mutiara yang tersembunyi, lalu Aku ingin dikenal; maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku” [Abjad al-Ulum, II:159].

Menurut al-Qari isi hadis tersebut sesuai dengan firman Tuhan, “Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepada-Ku” (wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’buduni); karena ungkapan li ya’buduni ‘.

“Agar mereka mengabdi kepada-Ku” oleh Ibn Abbas ditafsirkan dengan li ya’rafuni ‘ yaitu agar mereka mengenal-Ku’ [Kasyf al-Khafa, II:173].

Penafsiran li ya’buduni dengan li ya’rafuni dikemukakan juga oleh para mufassir lainnya seperti Mujahid yang dikutip oleh al Tsa’alibi dalam Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Quran, al-Baghawi dalam Ma’alim al Tanzil, dan al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Abu al-Saud dalam Tafsir-nya, Ibn Juraij yang dikutip oleh Ibn Katsir dal Tafsir-nya, dan juga Imam al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani.
Mengenal Allah merupakan keharusan bagi seorang hamba yang ingin kembali kepada-Nya. Mengenal Allah juga berarti mengenal jalan kembali kepada-Nya. Jalan kembali ini pulalah yang sebenarnya juga disebut dengan thariqah, yaitu jalan yang memang disiapkan secara khusus untuk ditempuh oleh hati (qalb), jiwa (nafs) atau ruh (ruh), tiga istilah yang menunjuk kepada satu makna yang dalam bahasa Imam al-Ghazali disebut dengan lathifah rabbaniyyah ‘ yaitu zat maha halus yang dinisbatkan kepada Tuhan’ [Ihya Ulum al-Din].
Zat maha halus tersebut adalah fakultas yang asal penciptaannya berasal dari Tuhan sebagaimana tersirat dari firman Tuhan nafakhtu fihi min ruhi ‘setelah Kutiupkan kepadanya sebagian ruh-Ku’ [Al-Hijr, 15:29; Shad, 38:72]. Fakultas inilah yang mampu mencapai prestasi al-ma’rifah billah ‘mengenal Allah’ dan ia pulalah yang kelak kembali ke “asal”-nya, Allah ‘azza wa jalla.
Persoalan mengenal Allah dan jalan kembali kepada-Nya ini sudah harus diselesaikan di dunia ini. Jika di dunia seseorang tidak mengenal Allah dan jalan kembali kepada-Nya, maka ia tidak akan pernah, setidak-tidaknya sangat sulit untuk kembali kepada Tuhannya; artinya, ia tidak akan masuk ke dalam golongan yang dipanggil oleh Allah dengan firman-Nya:

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai, serta masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam sorga-Ku”. (Al-Fajr,89:27-30).

Dalam kaitan ini pulalah Allah menegaskan:

“Barangsiapa di dunia buta (mata batinnya), maka dia di akhirat akan lebih buta lagi dan tersesat jalannya.” (Al-Isra, 17:72)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS